Happiness Lies is on Our Hand
Happiness. Apa yang dimaksud dengan happiness? Secara harfiah mungkin bisa katakan happiness adalah kebahagiaan. Lalu apa arti sesungguhnya dari kebahagiaan itu sendiri?
Banyak ahli mendefinisikan tentang kebahagiaan. Terutama ahli di bidang positive psychology. Setiap ahli memiliki sudut pandangnya masing-masing. Bagi saya pribadi, kebahagiaan merupakan sebuah perasaan yang ditimbulkan dari tercapainya sebuah keinginan, bukan tercapainya sebuah kebutuhan. Mengapa? Karena ketika kita mendapatkan apa yang kita butuhkan, belum tentu kita akan bahagia. Contohnya, kita butuh asupan gizi berupa makanan. Lantas apakah kita bahagia ketika perut kita kenyang? Belum tentu. Tapi kita akan bahagia ketika kita bisa mendapatkan makanan yang kita inginkan. Itulah definisi sederhana bagi saya.
Happiness atau kebahagiaan merupakan tujuan hampir sebagian besar orang di dunia ini. Kita hidup dengan mengejar apapun yang bisa membuat kita bahagia. Contohnya. Kenapa kamu bekerja dengan sangat keras? Supaya punya banyak uang? Kenapa? Karena ingin traveling ke berbagai Negara? Kenapa? Karena ingin melihat budaya Negara lain yang berbeda dari Indonesia? Kenapa? Supaya bisa post foto bagus di sosmed? Kenapa? Ingin saja eksis di sosmed? Kenapa? Karena ada rasa bahagia ketika hasil fotonya bagus dan di “like” banyak teman di sosmed. Tanyakan kepada hatimu. Jauh di lubuk hatimu, teruslah bertanya. Teruslah engkau mempertanyakan itu, hingga ujung jawabannya adalah “agar bahagia”. Aku bekerja keras karena ingin a,b,c,d,e agar aku bahagia. Itulah alasannya. Tanpa kita sadari, kebahagiaan itu merupakan hal yang paling mendasar. Tidak jarang kebahagiaan itu menjadi alasan kita melakukan suatu perilaku tertentu. Itu menurut pendapat saya pribadi.
Meskipun kebahagiaan itu telah menjadi dasar/alasan/tujuan, namun ukuran kebahagiaan setiap orang sangatlah berbeda. Kebahagiaan bagi saya belum tentu kebahagiaan bagi orang lain. Bahkan, kebahagiaan bagi saya mungkin saja bisa jadi derita bagi orang lain. Begitu pula sebaliknya. Bayangkan saja, jika kita kurang menyukai seseorang, tentu kebahagiaan baginya merupakan hal yang tidak membahagiakan bagi kita. Atau ketika kita menginginkan sesuatu tetapi kita belum bisa mendapatkannya, tetapi justru orang lain yang mendapatkannya. Ada rasa tidak bahagia muncul disitu. Mengapa? Karena kita telah mencampurkan makna kebahagiaan dengan persepsi pribadi. Bukan kita yang ber-hak menentukan dan menilai apakah seseorang layak diberi kebahagiaan itu atau tidak, tapi Allah. Inilah yang sering membuat kita menjadi tidak bisa merasakan kebahagiaan, yaitu ketika kita mencampuradukkan kebahagiaan dan persepsi pribadi tentang kebahagiaan itu sendiri. Lalu muncullah rasa-rasa lain yang tidak diinginkan, seperti iri di hati dan merasa Allah tidak adil pada kita.
Layaknya dua mata pisau, kebahagiaan itu memang tajam. Bisa membuat kita menjadi pribadi yang lebih baik jika kita mensyukurinya. Tetapi kebahagiaan juga bisa membuat kita menjadi pribadi yang lebih buruk jika kita mempertanyakan “mengapa”.
Kebahagiaan itu diciptakan, bukan dicari dan dikejar hingga ke ujung negeri. Bersyukur merupakan salah satu menciptakan kebahagiaan. Kebahagiaan itu munculnya dari hati. Hati yang meyakini karunia Allah. Yakin pada Allah bahwa rezeki, baik material ataupun immaterial, tidak akan pernah tertukar. Sesungguhnya Allah yang maha mengetahui segalanya yang pantas bagi hambanya yang bertaqwa. Bersyukurlah dan berbahagialah. Selayaknya firman Allah “Lainsyakartum Laaziidanakum”, yang artinya “Jika kamu bersyukur, maka aka Aku tambah”.
Happiness is a choice. You are the only person who can make you happy. You’are as happy as you choose to be (quotes dikutip dari transformationalwork.com)
Mari, kita bersama-sama bersemangat menyinari dunia dengan kebahagiaan 😀
*Cheers
miracle
Comments
Post a Comment