Yours is Better than Mine



Yours is better than mine. Apa yang kamu miliki lebih baik dari yang aku miliki. Dalam bahasa sehari-harinya pasti kita sering dengar "rumput tetangga lebih hijau". Dalam bahasa to the point-nya, mungkin bisa disamakan dengan kata cemburu atau iri melihat apa yang dimiliki orang lain.



Berbicara tentang kecemburuan memang sangat luas, tapi juga tidak sesempit cakupan yang kita bayangkan. Kecemburuan ini bisa menimbulkan perilaku-perilaku yang berdampak pada hilangnya jati diri kita yang sebenarnya. Contoh, tentu di jaman sosmed seperti ini kita sering melihat banyak teman upload foto tentang tempat nongkrong baru dan bergengsi di Jakarta atau kota lainnya. Sontak saja, kita juga ingin pergi ke tempat itu, menikmati makanan seperti foto yang di upload teman kita. Hal yang sama juga sering terjadi dalam dunia perkosmetikan jagat raya. Jika ada wabah lipstik hits, segerombol wanita berkumpul untuk menentukan warna apa yang mereka sukai dan akan mereka pesan di suatu online shop tertentu. Lantas, kita yang tidak terlalu "gaul" hanya menyimak dari kejauhan, secara diam-diam mencatat apa yang mereka inginkan. Dan tak butuh waktu lama untuk kita juga turut berbelanja di online shop tersebut dan membeli produk yang mereka juga inginkan. Ya, perilaku seperti ini dikenal dengan istilah konformitas.

Ya, konformitas. Bahasa awam dari konformitas adalah ikut kemana arus membawa kita. Lagi musim durian ya beli durian, musim alpukat ya memborong alpulkat dan bahkan ketika musim nikah pun ingin ikut segera menikah padahal pasangan juga belum ada. Konformitas ini merupakan salah satu dampak dari rumput tetangga lebih hijau. Kita condong melihat apa yang orang lain miliki dan membandingkan dengan apa yang kita miliki. Meskipun kita mungkin punya lebih banyak kelebihan dibandingkan orang lain, tetap saja kita merasa ada kelebihan orang lain yang tidak kita miliki.

Manusia pada dasarnya tidak akan pernah puas dengan apa yang mereka miliki. Sesempurna apapun diri kita di mata orang lain, tentu saja kita tetap berpaku pada prinsip "rumput tetangga lebih hijau". Padahal banyak orang yang meng-elu-elu-kan kita dan kehidupan yang kita miliki. Mereka ingin menjadi seperti kita. Mereka ingin memiliki otak secerdas kita, wajah secantik kita dan harta yang kita miliki. Sementara di sisi lain, kita ingin seperti mereka. Memiliki kehidupan keluarga lengkap, dikelilingi orang terkasih, dan menjadi pribadi yang bersahaja.

Percaya atau tidak, rumput tetangga lebih hijau ini kadang membuat kita merasa terbebani dengan berbagai stereotipe. Stereotipe tentang hidup yang sempurna. Hidup yang sempurna di masyarakat Indonesia adalah memiliki paras yang rupawan, pendidikan yang tinggi, karir yang cemerlang, menikah dengan istri/suami yang menjadi idaman banyak orang, lalu memiliki anak, anak tumbuh sehat dan cerdas, harta yang berlimpah, hidup serba kecukupan, dan masih banyak catatan-catatan lainnya. Kita ini tercekik oleh stereotipe seperti itu, sehingga jika ada yang belum kita miliki tentu kita akan segera mengalami kepanikan tingkat tinggi. Lalu membandingkan dengan orang lain. Si A saja sudah menikah, kok saya belum, saya juga mau. Si B saja kuliah di luar negeri, saya cuma di Indonesia. Si C saja sudah punya anak, saya bertahun-tahun menikah belum punya anak. Si D saja bisa liburan ke luar negeri setiap tahun, kok saya tidak punya uang untuk liburan. Lalu mulailah kita bertanya kepada Allah, "mengapa ya Allah, aku hanya ingin seperti mereka, aku ingin sempurna dan memiliki apa yang mereka miliki". Lalu mulai pula lah kita mencibir saudara kita, mengatakan bahwa apa yang mereka miliki bukan atas jerih payahnya dan mengarang cerita ini itu.  Semua bermula dari apa? Hanya karena "rumput tetangga lebih hijau".

Sulit memang bagi kita sebagai manusia biasa untuk tidak membandingkan nikmat kita dengan nikmat yang dimiliki orang lain. Karena memang manusia itu tidak pernah puas. Tetapi akan kah kita, selama hidup kita selalu dipenuhi dengan rasa cemburu yang demikian? Tidak kah kita menyadari bahwa ada nikmat yang diambil Allah dari seseorang yang hidupnya tampak smpurna, di mana mungkin nikmat itu sangat ia idam-idamkan. Tidak pula kah kita menyadari bahwa nikmat yang diambil Tuhan dari hidupnya merupakan nikmat yang kita miliki saat ini tapi tidak kita syukuri kehadirannya.



Rumput tetangga memang lebih hijau dibandingkan rumput yang ada di halaman rumah kita. Tetapi warna-warni bunga yang bermekaran menghiasi halaman rumah kita justru lebih cantik dari sekedar rumput yang hijau.

*Cheers
miracle

Comments

Popular posts from this blog

Cafe Kekinian di Kota Dumai (Part 1)

Sekilas tentang Dumai

Happiness Lies is on Our Hand